JAKARTA, KOMPAS.com — Kelompok Negara Islam
Indonesia menargetkan, tahun 2014 mereka mampu merebut kekuasaan negara
lewat anggota-anggotanya yang memiliki posisi sebagai pengambil
keputusan.
Oleh karena itu, seluruh kekuatan gerakan dipusatkan untuk
menggalang dana kegiatan pendidikan yang berkualitas. Diharapkan lewat
proses pendidikan yang berkualitas ini kader-kader NII mampu merebut
posisi-posisi strategis.Demikian disampaikan Sukanto (34), Ketua
Tim Rehabilitasi NII Crisis Centre, Jumat (6/5/2011). Ia menyampaikan
hal itu sebelum mengarahkan sejumlah mahasiswa Universitas Dharma
Persada, Kelapa Dua, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Sukanto mengakui, target menguasai negara tersendat karena ada sekelompok elite NII yang mengambil jalan pintas lewat politik.
"Tahun
2009, ada lima anggota NII yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR
lewat Partai Republikan. Tapi niat mereka menjadi wakil rakyat gagal
karena partai mereka terdepak oleh ketentuan electoral threshold.
Kelima elite NII yang mewakili lima daerah pemilihan ini antara lain
mewakili daerah pemilihan Tangerang dan Bogor," papar Sukanto.
Ia
mengatakan, NII di bawah kepemimpinan Panji Gumilang alias Samsul Alam
alias Abu Totok mengubah haluan NII dari gerakan radikal militer menjadi
gerakan pendidikan.
"Oleh karena itu, NII di bawah Panji Gumilang
dengan segala cara mengumpulkan dana untuk membiayai kegiatan
pendidikan yang berkualitas. Buktinya, hampir seluruh aliran dana
mengucur ke Pondok Pesantrean Al-Zaytun," ungkapnya.
NII berharap
pondok pesantren ini kelak melahirkan tokoh-tokoh besar NII yang
memiliki latar belakang prestasi pendidikan akademis yang tinggi. Dengan
demikian, peluang para tokoh ini untuk merebut jabatan strategis di
pemerintahan maupun dunia usaha kian terbuka. Sukanto mengatakan, dana
NII diperoleh dari iuran anggota, kegiatan mencari sumbangan, dan
mencuri.
"Jumlah anggota NII di Jakarta saja 151.000 orang. Mereka
bekerja mencari sumbangan secara bergantian, hampir 24 jam tanpa henti.
Anak-anak pondok pun dikerahkan mengemis di SPBU-SPBU, sementara kader
lainnya mencuri komputer jinjing di lingkungan kampus. Bayangkan, dalam
waktu dua bulan mereka mampu mencuri 50 komputer jinjing, yang mereka
jual dengan harga Rp 5 juta," ungkap Sukanto.
Rekrutmen
Ia
menjelaskan, NII mengutamakan rekrutmen anggota di lingkungan siswa SMA
dan sederajat yang duduk di kelas III. Mereka dipersiapkan membangun
jaringan di kampus-kampus saat mereka menjadi mahasiswa.
"Jadi,
jangan heran kalau kasus-kasus NII di lingkungan kampus meledak justru
di Malang, Jawa Timur, Provinsi Riau, dan Aceh Barat. Saat terungkap,
terbukti bahwa para mahasiswa itu dikader saat duduk di kelas III SMA
atau sederajat di Jakarta. Dari Jakarta, mereka menyebar ke penjuru
Tanah Air lewat kampus-kampus," ucap Sukanto.
Menurut dia, para
kader muda NII diawasi ketat oleh senior-senior dan jaringan di atasnya.
Hal itu sudah berlangsung sejak proses rekrutmen dilakukan. "Kalau
mereka menghilang, bakal dicari dan diteror sampai mereka kembali ke
pangkuan NII," tandasnya.
Agar lingkungan kampus terhindar dari
pengaruh jaringan NII, Sukanto mengusulkan supaya para pengelola kampus
memberikan sanksi dan peringatan yang jelas mengenai larangan terlibat
NII. Sebab, kegiatan NII inkonstitusional. "Mahasiswa juga harus
bersikap kritis dan tegas menolak terlibat NII," tandas Sukanto.
Ia
mengatakan, sampai sekarang, laporan orang hilang yang diduga diculik
NII sebanyak 80 orang, sementara yang sudah teridentifikasi baru 35
orang. Ia mengaku pernah menjadi pemimpin NII setingkat kecamatan di
Tebet, Jakarta Selatan, tahun 1996-2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar