Jumat, 27 Mei 2011

Kasus Gagal UN Harus Ada Pertanggungjawaban

KABAR paling sensasional di Aceh pekan ini adalah tentang “100 Persen siswa SMA Negeri 3 Simeulue Tengah tidak lulus Ujian Nasional.” Berbagai isu muncul di balik kegagalan UN seluruh atau 32 orang siswa kelas tiga SMA dimaksud. Para wali siswa sangat terpukul oleh kenyataan yang tak bisa diterima akal sehat itu. Siswa yang gagal dan para orangtuanya tentulah menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah.

Siswa dan orangtuanya rugi banyak akibat kasus itu. Kerugian nonmaterial meliputi waktu dan moral. Siswa yang gagal UN itu harus merelakan waktu setahun untuk mennggu UN tahun berikutnya. Kemudian, secara psikologis mereka juga harus menanggung malu. Padahal, mereka belum tentu bodoh.  Demikian pula para orang tua mereka harus menanggung beban keuangan lagi akibat kegagalan UN anaknya yang kemungkinan besar bukan kerena faktor “pintar” atau “bodoh”.

Ada yang mengabarkan sekolah berlokasi di daerah sangat terpencil fasilitasnya serba kekurangan. Kabar lainnya berhembus tentang ketidakharmonisan guru dengan kepala sekolah. Semua itu cuma kabar-kabar burung yang belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jika pun benar, apakah sudah pasti hal itu berkorelasi dengan prestasi siswa? Oleh sebab itulah, kita tunggu hasil investigasi Tim Diknas Provinsi.

Untuk mendapatkan hasil yang valid, tim dari provinsi ini juga diminta memantau manajemen pelaksanaan UN mulai di tingkat kabupaten. “Kita juga meminta tim agar mengevaluasi nilai yang diperoleh siswa antara hasil UN dengan hasil ujian sekolah, termasuk kriteria ketuntasan minimal (KKM),” kata Kadis Pendidikan Aceh, Bakhtiar Ishak.

Kecuali untuk jajaran penyelenggara pendidikan, tim juga diharapkan mendapatkan masukan dari siswa dan komite sekolah. “Dengan evaluasi yang menyeluruh, kita berharap akan terkuak penyebab kegagalan siswa SMAN 3 Simeulue pada UN 2011 ini.”

Sesungguhnya, sekolah memang menyimpan banyak masalah. Baik itu dalam bentuk murid yang tidak kooperatif, tidak ada motivasi belajar, masalah disiplin, dan murid yang nakal. Di luar masalah murid, adalah faktor guru, kondisi sekolah, hingga kepemimpinan seorang kepala sekolah. Semua menjadi faktor pendukung kegagalan atau keberhasilan siswa.

Karenanya, --yang dapat dilakukan pemerintah-- soal kecukupan guru, ketersediaan alat-alat penunjang kegiatan belajar, serta hamonisasi kepala sekolah dengan guru harus segera dipikirkan dan diselesaikan. Selain itu, terhadap kasus memalukan yang sudah terjadi itu, harusnya ada pertanggungjawaban atau ada pihak yang merasa berdosa untuk kemudian menerima risikonya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar