Rabu, 11 Mei 2011

Mengapa Mesti Bank Syariah?

SEJAK krisis sub-prima melanda Amerika Serikat pada Agustus 2007, bank syariah semakin diminati. Bank syariah muncul “bak gadis cantik jelita” yang menjadi rebutan semua pihak baik Muslim maupun “kaplat”.
Di tengah gelombang dan badai krisis ekonomi global, bank syariah masih mampu meraup keuntungan menggiurkan (lucrative profit) dan bahkan merekrut pegawai baru, seperti yang dilakukan oleh bank al-Rajhi, Saudi Arabia dan juga Islamic Kuwait Finance House Islam, bank terbesar pertama dan kedua di dunia. Asian Development Bank (ADB) memperkirakan bahwa pertumbuhan perbankan syariah dunia mencapai rata-rata 10%, dengan jumlah aset melebihi USD 1 trilliun pada tahun 2011.  Sebaliknya perbankan konvensional yang dianggap “too big to fail” (terlalu besar untuk gagal)” malah mengalami kerugian besar diterjang badai krisis ekonomi global.

Fakta ini telah mendorong tokoh-tokoh penting dunia untuk bersuara mendukung operasional perbankan syariah, tidak terkecuali Vatikan yang berdomisili di Roma, Italia. Seperti dilaporkan “Vatikan Osservatore Romano, 3 Maret 2009”. Vatikan mengatakan, “Prinsip yang beretika yang diusung perbankan syariah dapat mendekatkan pihak bank dengan para pelanggannya. Selain itu, spirit kejujuran juga tecermin dalam setiap pelayanan yang diberikan”. Vatikan, pendeta terulung Kristen yang anti-Islam telah mengakui keunggulan yang dimiliki bank syariah, tetapi mengapa masih banyak umat Islam yang meragukannya? Masih banyak yang beranggapan bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional. Padahal, konsep perbankan syariat sangat berbeda dan memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan bank konvensional.

Keunggulan bank syariah
Banyak kelebihan bank syariah. Dalam operasionalnya, jauh berkeadilan dibandingkan bank konvensional. Bank syariah bebas dari unsur bunga (riba), ketidakpastian (gharar), perjudian (maysir), dan unsur-unsur eksploitatif lainnya yang bertentangan dengan syariah. Tidak seperti bank konvensional yang enggan berkongsi risiko (risk) dengan para nasabah, tidak melakukan usaha (effort) setimpal untuk mendapatkan keuntungan, dan ogah bertanggungjawab (liability) terhadap kecacatan produk yang ditawarkan, bank syariah memikul semua tanggung jawab ini.

Dalam Islam, semua keuntungan yang diperolehi tanpa memiliki unsur ‘iwad (equal counter value), yaitu risiko, usaha dan tanggung jawab adalah haram hukumnya. Dengan kata lain, keuntungan yang diperoleh harus mampu dijustifikasikan dengan risiko yang ditanggung, usaha yang dilakukan dan tanggung jawab yang diemban. Inilah sebabnya operasional bank syariah adalah halal dan selaras dengan syariat. Operasional perbankan syariah juga selaras dengan al-Maqasid Syari’ah (tujuan syariat), yaitu untuk memproteksi agama (ad-Din), intelektualitas (al-`Aql), harta-benda (al-Mal), nyawa (an-Nafs) dan keturunan (an-Nasl).

Rakyat Aceh yang notabenenya Islamis, seharusnya memilih bank syariah. Menggunakan dalih “darurat” yang memaksa kita untuk meminjam dan menabung di bank konvensional adalah bohong. Sebab saat ini sudah ada bank syariah di Aceh yang menawarkan jasa simpan-pinjam mengikut syariat.

Berikut ini beberapa kelebihan lain yang akan kita perolehi apabila melanggan bank syari’at (Baca: Agustianto, 2004), ditinjau dari berbagai aspek.  Pertama, mendapatkan keberkahan rezeki (al-barakah). Bank syariah yang dioperasikan mengikut aturan syariat berlandaskan konsep bagi hasil (profit-loss sharing) seperti mudharabah dan musyarakah pasti mendapat keredaan Ilahi. Dari Salih bin Syuhaib RA bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Tiga macam yang mendapat berkah, pertama, jual beli secara tangguh; kedua, transaksi mudharabah; dan ketiga, mencampur gandum dengan tepung untuk dimakan bukan untuk dijual” (H.R. Ibnu Majah).

Dalam sistem mudharabah dan musyarakah, bank syariah tidak menganut sistem riba. Keuntungan yang akan diperolehi pihak bank akan dikongsi bersama dengan nasabah berdasarkan rasio yang telah disepakati bersama. Namun, bila terjadi kerugian maka pihak bank sebagai pemilik modal (Rabb al-Mal) akan menanggung kerugian modal, sedangkan nasabah selaku peminjam modal (Mudharib) akan menanggung kerugian waktu dan jerih payah dalam memenej bisnis yang digeluti.

Jelas bahwa sistem mudharabah ini adalah kebalikan dari sistem ribawi. Jika menganut sistem mudharabah akan mendapat berkat, sedangkan menganut sistem ribawi akan mendapat laknat. Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknat orang yang membayar dan menerima riba, dan saksi yang mencatatnya. Mereka semuanya adalah sama (berdosa)” (H.R. Tirmidhi dan Ahmad). Allah SWT melaknat sistem ribawi kerana ianya memberikan dampak negatif terhadap perokonomian umat.

Kedua, mendapat kemenangan (al-falah) di dunia dan akhirat. Berurusan dengan bank syariah tidak saja mendapatkan keuntungan duniawi (bagi hasil), tetapi juga akan memperolehi keuntungan ukhrawi (pahala). Pahala yang kita perolehi semata-mata kerana kita tidak mengamalkan konsep riba yang telah diharamkan Allah SWT.

Ketiga, bertransaksi dengan bank syariah adalah bagian dari usaha untuk mengamalkan ajaran Islam (al-ibadah) sacara Kaffah (paripurna). Sebagai agama yang “syumul”, Islam tidak saja mengatur masalah ibadat, tetapi juga aspek muamalat. Bila ada orang Islam yang beribadah secara Islam, tetapi bermuamalat secara kapitalis dan komunis, maka ke-Islaman-nya tidak sempurna.

Keempat, mendukung lembaga perbankan Islam, berarti kita turut berperan aktif dalam mengangkat harkat dan martabat ekonomi umat (Irtifa’u Iqtisad al-Ummah). Tabungan nasabah yang terkumpul di bank syariah, disalurkan untuk membiayai usaha-usaha pemberdayaan ekonomi umat. Tak terpungkiri bahwa bila umat Islam bersatu mendukung dan memajukan perbankan syariaht, keadilan ekonomi dapat diwujudkan. Tabungan atau deposito yang disimpan nasabah di bank syariah adalah merupakan asset umat yang luar biasa untuk menggerakkan pemberdayaan ekonomi umat dan kebangkitan Islam (Irtifa’u Ma’had al-Islami).

Kelima, bank syariah tidak akan meyalurkan dananya untuk usaha-usaha dan proyek-proyek haram atau syubhat. Bank syariaht tidak akan membiayai tempat-tempat hiburan seperti, diskotik, hotel maksiat, pabrik rokok, usaha perjudian, minuman keras, peternakan babi, dan bisnis haram lainnya. Bank syariah hanya membiayai usaha-usaha halal yang mendatangkan kemaslahatan publik (Maslahah al-Ammah). Jadi, bank syariah adalah institusi yang senantiasa melaksanakan gerakan “amar ma’ruf dan nahi munkar”.

Keenam, nasabah tidak perlu ragu terhadap keamanan dananya di perbankan syari’ah. Menabung dan mendepositokan uang di bank syari’at juga mendapat jaminan negara (Bank Indonesia). Bank syari’at adalah lembaga keuangan terpercaya, aman dan aman dan terjamin (al-Amnu wad Dhaman).

Ketujuh, penerapan sistem perbankan syariat dapat menyelamatkan ekonomi negara dari krisis dan kehancuran (Inqazu Iqtishad at-Daulah). Banyak tulisan empiris telah membuktikan bahwa sistem ribawi telah menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dengan berlakunya krisis ekonomi yang silih berganti. Kalau sistem ribawi dihapuskan dan diganti dengan sistem Islami, maka pembangunan ekonomi negara dapat direalisasikan. Apabila umat Islam bersatu mendukung keberadaan perbankan syariah, maka ekonomi umat akan semakin stabil dan berkembang.

Luar biasanya kontribusi positif yang diberikan bank syariat dalam memartabatkan ekonomi yang berkeadilan, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak menjadikan bank syari’ah sebagai bank idola dan pilihan (the idol bank and the bank of choice). Semoga!

* Penulis adalah staf pengajar Ekonomi dan Perbankan Syariah pada Fakultas Ekonomi, Unsyiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar