Rabu, 11 Mei 2011

Pimpinan PA Minta KIP Tunggu Qanun


Juru bicara Partai Aceh (PA) Fachrul Razi (tengah) memberikan keterangan pers usai membacakan pernyataan sikap Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh yang menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang membolehkan calon independen dalam Pilkada Aceh, di Kantor DPA Partai Aceh, Banda Aceh, Senin (9/5). SERAMBI/BUDI FATRIA
BANDA ACEH - Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh (PA) kembali menegaskan sikapnya menolak calon independen. Partai lokal ini juga meminta Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, untuk tidak melaksanakan tahapan Pilkada sebelum disahkan Qanun Pilkada yang saat ini sedang dibahas DPRA.

Juru Bicara DPA PA, Fachrul Razi menyampaikan hal itu dalam konferensi pers, sekaligus pandangan mereka terhadap amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan calon independen dalam pilkada Aceh. Acara itu digelar di Kantor DPA PA, di Banda Aceh, Senin (9/5).

Menurut Fachrul, pembentukan KIP Aceh adalah bagian dari kekhususan Aceh sesuai UU PA. Lembaga ini dipilih DPRA dan bertanggungjawab terhadap DPRA, bukan kepada KPU Pusat. “KPU Pusat tak memiliki otoritas apa pun terhadap KIP Aceh, selain persoalan internal mereka. Tapi yang terjadi hari ini KPU Pusat mengintervensi KIP Aceh agar menetapkan jadwal pilkada sebelum adanya qanun,” katanya.

Didampingi empat anggota DPA PA lainnya, Fachrul Razi mengatakan sesuai UU jadwal dan tahapan pilkada baru bisa ditetapkan sesuai qanun lama, apabila qanun yang baru tidak disahkan DPRA, sedangkan selama ini Raqan Pilkada sedang dibahas. Karena itu dia meminta semua pihak bersabar menunggu pilkada sesuai mekanisme hukum ditetapkan DPRA di dalam qanun.

“Qanun lama hanya membolehkan jalur independen pilkada 2006 saja. Aceh sudah sering melaksanakan pemilu yang ditunda, tidak ada yang rugi. Rakyat justru rugi apabila masa kekuasaan dimiliki pimpinan dimanfaatkan dengan uang rakyat untuk kampanye dalam berbagai kesempatan, seperti yang sudah terlihat akhir-akhir ini,” tegasnya.  Menyangkut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan penggugat agar calon independen tetap ada di Aceh, Fachrul berpendapat putusan itu tidak tegas. “MK menetapkan keputusan yang elastis, boleh dilakukan, boleh tidak. Bahkan Ketua MK Mahfud MD mengatakan keputusan itu sudah ditetapkan, tapi pelaksanaannya tergantung pemerintah,” kata Fachrul.

Menurutnya, DPA PA memandang bahwa amar putusan MK itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka amar putusan tersebut boleh dijalankan apabila tidak terhalang ketentuan hukum positif dalam Pasal 269 ayat (3) Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Intinya dalam Pasal 256 UUPA bahwa calon independen melalui partai lokal (Parlok) hanya dibolehkan sekali ikut dalam kontestan pilkada Aceh 2006 lalu. Namun, karena PA mendapat suara terbanyak, maka hanya parlok PA dari yang bisa maju pada pilkada Aceh 2011.

Seperti diberitakan sebelumnya, di tengah kesimpangsiuran jadwal DPRA membahas Raqan Pilkada, KPU Pusat terus mengambil langkah-langkah antisipasi. Bahkan, telah mengeluarkan instruksi agar KIP Aceh segera menetapkan jadwal dan tahapan pilkada, meski tanpa ada qanun. Sedangkan pimpinan DPRA kembali memperpanjang masa kerja Pansus III hingga 6 Juni 2011 untuk melanjutkan pembahasan isi Raqan Pilkada yang tertunda.(sal)
Akses  m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar