Kemegahan Candi Borobudur tidak hanya
menunjukkan kemampuan rancang bangun nenek moyang bangsa Indonesia yang
mengagumkan. Penempatan stupa terawang maupun relief di dinding
Borobudur ternyata menunjukkan penguasaan mereka terhadap ilmu
perbintangan alias astronomi.
Penelitian selama 2,5 tahun yang
dilakukan Tim Arkeoastronomi Borobudur, Institut Teknologi Bandung,
menunjukkan, stupa utama candi Buddha terbesar di dunia itu berfungsi
sebagai gnomon (alat penanda waktu) yang memanfaatkan bayangan sinar
Matahari. Stupa utama yang merupakan stupa terbesar terletak di pusat
candi di tingkat 10 (tertinggi).
Stupa utama dikelilingi 72 stupa
terawang yang membentuk lintasan lingkaran di tingkat 7, 8, dan 9.
Bentuk dasar ketiga tingkat itu plus tingkat 10 adalah lingkaran, bukan
persegi empat sama sisi seperti bentuk dasar pada tingkat 1 hingga
tingkat 6.
Jumlah stupa terawang pada tingkat 7, 8, dan 9 secara
berurutan adalah 32 stupa, 24 stupa, dan 16 stupa. Jarak antarstupa
diketahui tidak persis sama. Pengaturan jumlah dan jarak antarstupa
diduga memiliki tujuan atau makna tertentu.
"Jatuhnya bayangan
stupa utama pada puncak stupa terawang tertentu pada tingkatan tertentu
menunjukkan awal musim atau mangsa tertentu sesuai Pránatamangsa (sistem
perhitungan musim Jawa)," kata Ketua Tim Arkeoastronomi ITB Irma
Indriana Hariawang di Jakarta, Rabu (18/5/2011).
Tim beranggotakan
satu dosen dan empat mahasiswa Astronomi ITB, satu mahasiswa Matematika
ITB, dan seorang peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Temuan mereka dimuat dalam prosiding 7 International Conference on
Oriental Astronomy di Tokyo, Jepang, pada September 2010.(M Zaid Wahyudi)
Artikel selengkapnya dapat dibaca di rubrik Humaniora Kompas Cetak edisi 19 Mei 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar