Jumat, 18 Maret 2011

Syariah-kah, bank Syariah?

Pertama-tama pengasuh mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian saudara yang cukup simpatik dan menarik terhadap ekonomi dan perbankan Islam, atau yang lebih populer di Indonesia dengan istilah syariah. Pertanyaan pertanyaan saudara secara singkat dapat pengasuh jawab sebagai berikut:

1. Pengasuh berkeyakinan bahwa semua bank baik yang sifat umum atau BPRS, malah lembaga lembaga keuangan non bank yang berlabel syariah melaksanakan operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

yang teristinbath dari Alquran, Hadis, Ijmak, dan Qiyas. Pengasuh yakin itu, karena kalau pun bank atau lembaga keuangan non bank tersebut sebelumnya konvensional, tapi sebelum menjadi syariah, sudah pasti ada sejumlah persyaratan kesyariahan yang wajib dipenuhi dan diuji oleh Bank Indonesia Bidang Syariat. Persyaratan itu meliputi bidang program/produk, pengelola, komisaris dan juga dewan pengawas syariah (DPS) dan lain lain sebagainya.  Walaupun ada-mungkin-kekurangan di sana sini, terutama dalam penyebutan istilah-istilah, yaah, maklum ini termasuk barang baru bagi Indonesia.

2. Sesungguhnya, yang melakukan pengawasan terhadap kesesuaian atau tidak sesuai produk dan operasionalnya dengan syariah ada beberapa badan, antaranya adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) nya sendiri. Setiap bank atau lembaga keuangan non bank yang syariah wajib harus ada dewan pengawas syariah, yang bertugas antara lain: (1) Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI); (2). Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank; (3) Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank; (4) Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN-MUI; dan (5) Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI, dan Bank Indonesia. Disamping DPS, kesesuaian operasional dan produk syariahnya juga diawasi oleh Bank Indonesia baik Pusat ataupun Cabang. Dalam hal ini yang melakukannya adalah Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Di atas daripada itu bank dan lembaga keuangan non bank syariah juga ikut di awasi oleh Dewan Gyariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang meskipun tugas utamanya adalah menerbitkan fatwa-fatwa. Seluruh produk bank syariah dan pelaksanaannya harus sesuai dengan ftwa dan pedoman pelaksanaan yang telah dirumuskan DSN. DSN Pusat di Jakarta bersidang tiap minggu satu kali untuk mempajari dan membahas masalah muamalat Islami ini untuk kemudiannya menjadi fatwa, Hingga saat ini, menurut laporan, DSN telah mengeluarkan lebih dari 200 buah fatwa menyangkut dengan perbankan syariah dan lembaga keuangan non syariah. Di samping itu, pada setiap akhir tahun, DSN juga melaksanakan Ijtima’ Sanawi (Annual Meeting) bersama DPS se-Indonesia, seperti pada tanggal 12-15 Desember 2010 yang baru lalu.

3. Dengan demikian, jelaslah bahwa evaluasi syariah terhadap bank syariah dilakukan secara terus-menerus, paling kurang setiap enam bulan satu kali. Dan atas dasar laporan petugas khusus dari Bank Indonesia juga turun kelapangan untuk mengadakan evaluasi. Memang harus diakui, hingga sekarang ini belum semua bank umum syariah di Aceh memeliki DPS nya yang melekat, maksunya DPS Daerah, meskipun sudah kita usulkan dalam 2 kali Ijtima’ Sanawi.

Dari jawaban singkat terhadap pertanyaan saudara Idhar Muhammad yang dikirim via surat elektronik ini, kiranya para pembaca sudah mendapat gambaran tentang pengawasan-pengawasan, agar bank yang berlebel syariah ada jaminan tentang kesyariahannya.   

Demikian, Wallahu A’lamu Bish-Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar