Di
Nusantara, Islam tumbuh dari komunitas Aqidah dan jama’ah menjadi kekuatan
politik yang terstruktur dalam lembaga Negara dengan sebutan kerajaan Islam.
Munculnya kerajaan-kerajaan Islam juga didahului dengan hadirnya para pedagang
Muslim Arab, Persia, Turki dan India. Kerajaan Islam yan awal ialah Peurlak di
Aceh,
sebuah kerajaan yang diperintah oleh Dinasti Syiah dan berdiri sekitar
abad ke-10 dan 11 M dan mempunyai hubungan dengan Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Pada abad ke-13 M berdiri pula kerajaan Islam yang cukup besar, yaitu Samudra
Pasai (1270-1512). Kerajaan ini tumbuh dari beberapa kerajaan kecil yang
dahulunya merupanya negeri-negeri taklukan Sriwijaya. Ketika Sriwijaya
mengalami kemunduran, kerajaan-kerajaan kecil ini menggalang persatuan dan
bergabung di bawah satu bendera kerajaan Islam bernama Samudra Pasai. Rajanya
yang pertama Meura Silu setelah masuk Islam berganti nama menjadi Sultan Malik
al-Saleh (w. 1297). Pasai menggantikan peranan Palembang sebagai pelabuhan
dagang terbesar di Nusantara. Ia segera tumbuh pula menjadi pusat pendidikan
dan penyebaran agama Islam.
Kerajaan-kerajaan
Islam lain segera berdiri pada abad ke-14 dan 15 M, dengan peran ganda, yaitu
sebagai pusat kegiatan politik dan perdagangan di satu pihak, di lain pihak
sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam. Kesultanan Malaka (1400-1511) berdiri di Semenanjung
Malaya. Kerajaan ini didirikan oleh keturunan raja Srwijaya terakhir,
Paramaesywara, yang setelah masuk Islam mengganti namanya menjadi Muzafar Syah.
Raja ini masuk Islam setelah kawin dengan putri raja Pasai pada tahun 1511.
Malaka berhasil mengislamkan sebagian besar penduduk kerajaan-kerajaan Melayu
di Semenanjung dan pulau Sumatra.
Di
Maluku pada abad ke-16 berdiri kesultanan Tidore dan Ternate. Di Jawa menjelang
akhir abad ke-15 berdiri kesultanan Demak. Kerajaan ini didirikan 1478 oleh
Raden Patah, putra Prabu Brawijaya – raja Majapahit terakhir, dari hasil
perkawinannya dengan putrid Cina dari Palembang yang beragama Islam. Tetapi
saying kerajaan ini tidak berlangsung lama. Pada pertengahan abad ke-16 terjadi
perebutan tahta. Ibukota kerajaan direbut dan dipindahkan ke Pajang, selanjutnya
ke Kartasura. Pengganti Demak dan Pajang adalah Mataram. Di bawah Sultan Agung
pada akhir abad ke-16 Mataram berusaha menyatukan kembali beberapa wilayah
Majapahit di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia tidak berhasil karena ditahan oleh
Banten. Hadirnya VOC menghambat perkembangan Mataram, bahkan membuat
kerajaan-kerajaan ini terpecah belah pada abad ke-18 M.
Kerajaan-kerajaan
Islam besar yang sangat berpengaruh tentulah kesultanan Aceh Darussalam
(1516-1904) di Sumatra dan kerajaan Gowa di Sulwesi Selatan pada abad ke-16 dan
17 M. Aceh merupakan kerajaan Islam besar pertama di Nusantara. Wilayah
kekuasaannya hampir meliputi seluruh Sumatra dan sebagian Semenanjung Malaya.
Pada akhir abad ke-16 dia telah muncul sebagai pusat kegiatan perdagangan
internasional dan pusat penyebaran agama Islam yang besar di Asia Tenggara.
Dari sini syiar Islam berkembang ke seluruh wilayah Nusantara. Kehadiran bangsa
Eropah seperti Portugis dan Belanda yang telah membangun koloni-koloninya
dengan armada dan tentaranya yang kuat, tidak menghalangi tersebarnya agama
Islam ke wilayah-wilayah Nusantara yang luas. Dapat dikatakan bahwa pada
abad ke-17 M sebagian besar wilayah Nusantara telah diislamkan.
Di
Indonesia Timur berdiri kerajaan Gowa, yang rajanya memeluk agama Islam pada awal
abad ke-17 M. Kerajaan ini mempunyai pengaruh luas bukan hanya di Sulawesi
tetapi di hampir seluruh wilayah Indonesia Timur (Maluku, Nusa Tenggara, Papua
dan Kalimantan Timur).
Ini
menunjukkan bahwa dimanapun muslimin berada maka mereka akan berkumpul menjadi
sebuah kekuatan politik yang akhirnya mendirikan negara dan memerintah
berdasarkan syari’at yang mereka imani tersebut. Menjadi sebuah bangsa yang
diikat oleh aqidah, merekalah bangsa bangsa Islam di Nusantara. Jauh sebelum
kedatangan Belanda di Nusantara telah berdiri negara Negara Islam yang damai
sentosa di bawah naungan wahyu.
Bila
kita hitung rentang masa eksistensi kekuasaan kerajaan Islam di bumi Nusantara
sejak abad ke-13 di ujung barat Nusantara yaitu Samudera Pasai sampai pengaruh
luas ke ujung timur Nusantara yaitu Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan
pada abad ke-17 maka eksistensi Negara Islam di bumi nusantara telah menyebar
selama kurun 4 abad.
Kedatangan
kekuatan salibis Internasional, yang diwakili oleh Portugis dan Belanda mengundang
reaksi perlawanan, hasrat syahwat politik Negara penjajah terutama Belanda
untuk menguasai wilayah Nusantara tidaklah gampang begitu saja. Kolonialisasi
Belanda atas bumi Nusantara membutuhkan waktu 3 abad untuk bisa menjajah negeri
ini selama setengah abad.
Selama
satu abad kemudian, setelah kegagalan VOC dalam monopoli perdagangan di bumi
Nusantara, Hindia Belanda berusaha melakukan konsolidasi kekuasaannya mulai
dari Sabang-Merauke. Namun, tentu saja tidak mudah. Berbagai perang melawan
kolonialisme muncul seperti Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro
(1825-1830), Perang Aceh (1873-1907), Perang di Jambi (1833-1907), Perang di
Lampung (1834-1856), Perang di Lombok (1843-1894), Perang Puputan di Bali
(1846-1908), Perang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (1852-1908),
Perlawanan di Sumatra Utara (1872-1904), Perang di Tanah Batak (1878-1907), dan
Perang Aceh (1873-1912).
Politik
devide et impera, membuat bangsa bangsa Islam tadi satu persatu melemah
kekuatannya sampai akhirnya wilayah mereka dikuasai. Perlawanan terus
berlanjut, sebab bagi muslimin hanya ada satu semboyan : “*Isy Kariman, Au
mut syahidan“* Hidup mulia sebagai bukti indahnya ajaran Islam, atau mati
menjadi saksi benarnya syari’at ini. Perjuangan melawan kolonial selalu dimotori
oleh muslimin dalam rangka menegakkan kembali kerajaan Islam yang hilang.
Peperangan
di seluruh Nusantara itu baru berakhir dengan berakhirnya Perang Aceh. Jadi
baru setelah tahun 1912, Belanda benar-benar menjajah seluruh wilayah yang
kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia (kecuali Timor Timur). Jangan lupa
pula bahwa antara 1811-1816, Pemerintah Hindia Belanda sempat diselingi oleh
pemerintahan interregnum (pengantara) Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas
Stamford Raffles.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar